Jumat, 06 Januari 2012

DISINFEKSI DAN STERILISASI





A.    Pengertian                                                   
Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
1.      Dekontaminasi adalah upaya mengurangi dan/atau menghilangkan kontaminasi oleh mikroorganisme pada orang, peralatan,
2.      bahan, dan ruang melalui disinfeksi dan sterilisasi dengan cara fisik dan kimiawi.
3.      Disinfeksi adalah upaya untuk mengurangi/menghilangkan jumlah mikroorganisme patogen penyebab penyakit (tidak termasuk
4.      spora) dengan cara fisik dan kimiawi.
5.      Sterilisasi adalah upaya untuk menghilangkan semua mikroorganisme dengan cara fisik dan kimiawi.

B.     Persyaratan
1.      Suhu pada disinfeksi secara fisik dengan air panas untuk peralatan sanitasi 80° C dalam waktu 45-60 detik, sedangkan untuk peralatan memasak 80° C dalam waktu 1 menit.
2.      Disinfektan harus memenuhi kriteria tidak merusak peralatan maupun orang, disinfektan mempunyai efek sebagai deterjen dan efektif dalam waktu yang relatif singkat, tidak terpengaruh oleh kesadahan air atau keberadaan sabun dan protein yang mungkin ada.
3.      Penggunaan disinfektan harus mengikuti petunjuk pabrik.
4.      Pada akhir proses disinfeksi terhadap ruang pelayanan medis (ruang operasi dan ruang isolasi) tingkat kepadatan kuman pada lantai dan dnding 0-5 CFU/cm2, bebas mikroorganisme patogen dan gas gangren. Untuk ruang penunjang medis (ruang rawat inap, ruang ICU/ICCU, kamar bayi, kamar bersalin, ruang perawatan luka bakar, dan laundry) sebesar 5-10 CFU/cm2.
5.      Sterilisasi peralatan yang berkaitan dengan perawatan pasien secara fisik dengan pemanasan pada suhu ± 121° C selama 30 menit atau pda suhu 134° C selam 13 menit dan harus mengacu pada petunjuk penggunaan alat sterilisasi yang digunakan.
6.      Sterilisasi harus menggunakan disinfektan yang ramah lingkungan.
7.      Petugas sterilisasi harus menggunakan alat pelindung diri dan menguasai prosedur sterilisasi yang aman.
8.      Hasil akhir proses sterilisasi untuk ruang operasi dan ruang isolasi harus bebas dari mikroorganisme hidup.

C.    Tata Laksana
1.      Kamar/ruang operasi yang telah dipakai harus dilakukan disinfeksi dan disterilisasi sampai aman untuk dipakai pada operasi berikutnya.
2.      Instrumen dan bahan medis yang dilakukan sterilisasi harus melalui persiapan, meliputi :
a.       Persiapan sterilisasi bahan dan alat sekali pakai.
Penataan – Pengemasan – Pelabelan – Sterilisasi
b.      Persiapan sterilisasi instrumen baru :
Penataan dilengkapi dengan sarana pengikat (bila diperlukan) - Pelabelan – Sterilisasi
c.       Persiapan sterilisasi instrumen dan bahan lama :
Disinfeksi – Pencucian (dekontaminasi) – Pengeringan (pelipatan bila perlu) - Penataan – Pelabelan – Sterilisasi
3.      Indikasi kuat untuk tindakan disinfeksi/sterilisasi :
a.       Semua peralatan medik atau peralatan perawatan pasien yang dimasukkan ke dalam jaringan tubuh, sistem vaskuler atau melalui saluran darah harus selalu dalam keadaan steril sebelum digunakan.
b.      Semua peralatan yang menyentuh selaput lendir seperti endoskopi, pipa endotracheal harus disterilkan/ didisinfeksi dahulu sebelum digunakan.
c.       Semua peralatan operasi setelah dibersihkan dari jaringan tubuh, darah atau sekresi harus selalu dalam keadaan steril sebelum dipergunakan.
4.      Semua benda atau alat yang akan disterilkan/didisinfeksi harus terlebih dahulu dibersihkan secara seksama untuk menghilangkan semua bahan organik (darah dan jaringan tubuh) dan sisa bahan linennya.
5.      Sterilisasi (132° C selama 3 menit pada gravity displacement steam sterilizer) tidak dianjurkan untuk implant.
6.      Setiap alat yang berubah kondisi fisiknya karena dibersihkan, disterilkan atau didisinfeksi tidak boleh dipergunakan lagi. Oleh karena itu, hindari proses ulang yang dapat mengakibatkan keadan toxin atau mengganggu keamanan dan efektivitas pekerjaan.
7.      Jangan menggunakan bahan seperti linen, dan lainnya yang tidak tahan terhadap sterilisasi, karena akan mengakibatkan kerusakan seperti kemasannya rusak atau berlubang, bahannya mudah sobek, basah, dan sebagainya.
8.      Penyimpanan peralatan yang telah disterilkan harus ditempatkan pada tempat (lemari) khusus setelah dikemas steril pada ruangan :
a.       Dengan suhu 18° C – 22° C dan kelembaban 35% - 75%, ventilasi menggunakan sistem tekanan positif dengan efisiensi
b.      partikular antara 90%-95% (untuk partikular 0,5 mikron)
c.       Dinding dan ruangan terbuat dari bahan yang halus, kuat, dan mudah dibersihkan.
d.      Barang yang steril disimpan pada jarak 19 cm – 24 cm.
e.       Lantai minimum 43 cm dari langit-langit dan 5 cm dari dinding serta diupayakan untuk menghindari terjadinya penempelan
f.       debu kemasan.
9.      Pemeliharaan dan cara penggunaan peralatan sterilisasi harus memperhatikan petunjuk dari pabriknya dan harus dikalibrasi minimal 1 kali satu tahun.
10.  Peralatan operasi yang telah steril jalur masuk ke ruangan harus terpisah dengan peralatan yang telah terpakai.
11.  Sterilisasi dan disinfeksi terhadap ruang pelayanan medis dan peralatan medis dilakukan sesuai permintaan dari kesatuan kerja pelayanan medis dan penunjang medis.

Mengukur Kapasitas Paru

MENGUKUR KAPASITAS PARU




A.    Dasar teori
Spirometry adalah alat yang digunakan untuk mengukur kapasitas udara di paru-paru. Standar dan acuan yang dipakai adalah nilai normal faal orang indonesia (penumobile project indonesia / PPI 1992). Pada penyakit-penyakit resriktif, spirometri biasanya memperlihatkan penurunan kapasitas vital dan kecepatan aliran yang normal, walaupun kadang-kadang kecepatan aliran akan berkurang secara proporsional terhadap berkurangnya kapasitas vital. FEV1 mungkin berkurang pada kelainan restriktif, sebaliknya FEV1/VC umumnya normal pada kasus-kasus tersebut.
Spirometri sebelum dan sesudah latihan berguna untuk kepastian diagnosis exercise induced asma (asma yang terjadi karena aktivitas fisik). Pada penderita-penderita yang menjalani penilaian untuk kemungkinan penyakit Hypersensitif jalan nafas, spirometri setelah inhalasi obat kholinergik atau bahan alergen mungkin akan mengarah ke diagnosis spesifik. Beberapa keuntungan pemeriksaan spirometri :
a.       sederhana, murah, cukup sensitif, akurasi tinggi
b.      spirometri memegang peranan penting dalam pemantauan fungsi paru, namun dimikian harus diperhatikan :
Ø  pemberian aba-aba pemeriksa.
Ø  sikap/ posisi ukur.
Ø  cara ukur melakukan perintah pemeriksa.
Ø  kepatuhan cara ukur sangat penting untuk keberhasilan dari akurasi hasil pengukuran.

Parameter pengukuran kapasitas paru ( spirometer ) :
a.       Vital Capasity ( CV ) : Kapasitas Vital
adalah volume udara maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang setelah mengisi paru-parunya secara maksimum.
b.      Forced Vital Capasity ( FVC )
adalah volume udara maksimum yang dapat dimasukkan dalam paru-paru dan secara paksa serta cepat mengeluarkannya semaksimum mungkin.
c.       Forced Expiratory Volume in First Second ( FEV1 )
adalah volume udara yang dikeluarkan pada detik pertama dimulai dengan hembusan nafas kuat pada pernafasan penuh.
            Pengukuran kapasitas paru disebut NORMAL, bila :
                                    FVC ≥ 70% dan FEV1 ≥ 80%
                                    Rasio FEV1 / FVC = 75 – 80%

            Sedangkan pengukuran kapasitas paru disebut TIDAK NORMAL, bila :
                                    OBSTRUCTIVE         :  FEV1 < 80%
                                    RESTRUCTIVE          :  FVC < 70%
                                    COMBINATION         :  FVC < 70% dan FEV1 < 80%

B.     Tujuan
Mengetahui cara kerja alat untuk mengukuran kapasitas paru dengan Spyrometri

C.    Alat dan Bahan
Alat :
a.       Spirometer
b.      Penjepit hidung
c.       Printer
d.      Daya listrik
e.       Timbangan badan dengan ketelitian 0,1 kg, untuk mengukur berat badan (BB)
f.       Meteran gulung (microtoise) untuk mengukur tinggi badan (TB)
Bahan:
a.       Kertas struk printer
b.      Mounpase

D.    Cara Kerja
a.       Mengecek kelengkapan alat
b.      Merangkai alat dan kelengkapan
c.       Memasang transduser/saringan
d.      Menghidupkan power dengan menekan TOMBOL ON
e.       Tekan tombol ID : KETIK Nomor urut
f.       Tekan tombol : ENTRY
g.      TEKAN TANDA / TOMBOL : JENIS KELAMIN / Sex : Male or Female
h.      Tekan tombol : ENTRY
i.        KETIK : Umur
j.        Tekan tombol : ENTRY
k.      KETIK : Tinggi Badan ( TB=cm )
l.        Tekan tombol : ENTRY
m.    Ketik : Berat Badan ( BB=kg )
n.      Hidung ditutup dengan penutup hidung ( penjepit ) supaya udara tidak melewati hidung dan pastikan tidak bocor
o.      Sebelum dimulai pengukuran, responden latihan bernapas terlebih dahulu, bernapas melalui mulut sebanyak 3-4 kali, kemudian tarik napas sampai penuh dan hembuskan sekuat tenaga, diulang sebanyak 3 kali
p.      Dihidupkan VC = bernapas pelan hingga 3-4 kali bernapas penuh kemudian dihembuskan sekuat mungkin sampai 3 kali
q.      Dihidupkan FVC = bernapas penuh langsung hembuskan sebanyak 3 kali
r.        Tekan tombol STOP
s.       Muncul Gambar Grafik
t.        Printer dihidupkan ( ON )
u.      Tekan tombol PRINT
v.      Untuk mengeluarkan kertas tekan tombol FEED
w.    Mematikan alat dengan menekan tombol OFF



PROPOSAL REKAYASA SARANA SANITASI ALAT PENGHITUNG KEPADATAN LALAT (FLY GRILL)


PROPOSAL REKAYASA SARANA SANITASI ALAT PENGHITUNG KEPADATAN LALAT  (FLY GRILL)



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Lalat merupakan salah satu insekta (serangga) yang termasuk ordo Dipthera, yaitu insekta yang mempunyai sepasang sayap berbentuk membran. Lalat mempunyai sifat kosmopolitan, artinya kehidupan lalat dijumpai merata hampir diseluruh permukaan bumi. Diperkirakan diseluruh dunia terdapat lebih kurang 85.000 jenis lalat, tetapi semua jenis lalat terdapat di Indonesia. Jenis lalat yang paling banyak merugikan manusia adalah jenis lalat rumah (Musca domestica), lalat hijau (Lucilia sertica), lalat biru (Calliphora vomituria) dan lalat latrine (Fannia canicularis). Lalat juga merupakan spesies yang berperan dalam masalah kesehatan masyarakat yaitu sebagai  vektor penularan penyakit saluran pencernaan. Vektor adalah arthropoda yang dapat memindahkan atau menularkan agent infection dari sumber infeksi kepada host yang rentan (Kusnoputranto, 2000).
Lalat umumnya mempunyai sepasang sayap asli serta sepasang sayap kecil yang digunakan untuk menjaga stabilitas saat terbang. Lalat sering hidup di antara manusia dan sebagian jenis dapat menyebabkan penyakit yang serius. Lalat disebut penyebar penyakit yang sangat serius karena setiap lalat hinggap di suatu tempat, kurang lebih 125.000 kuman yang jatuh ke tempat tersebut. Lalat sangat mengandalkan penglihatan untuk bertahan hidup. Mata majemuk lalat terdiri atas ribuan lensa dan sangat peka terhadap gerakan. Beberapa jenis lalat memiliki penglihatan tiga dimensi yang akurat (Suska, 2007).
Penularan penyakit terjadi secara mekanis, dimana bulu–bulu badannya, kaki-kaki serta bagian tubuh yang lain dari lalat merupakan tempat menempelnya mikroorganisme penyakit yang dapat berasal dari sampah, kotoran manusia, dan binatang. Bila lalat tersebut hinggap ke makanan manusia, maka kotoran tersebut akan mencemari makanan yang akan oleh manusia sehingga akhirnya akan timbul gejala sakit pada manusia yaitu sakit pada bagian perut serta lemas. Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh lalat antara lain disentri, kolera, thypus perut, diare dan lainnya yang berkaitan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk (Depkes, 2001).
1.      Pola Hidup Lalat
Adapun pola hidup lalat adalah sebagai berikut (Depkes, 1992):
a.       Tempat Perindukan
Tempat yang disenangi lalat adalah tempat basah, benda-benda organik, tinja,sampah basah, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan busuk. Kotoran yang menumpuk secara kumulatif sangat disenangi oleh lalat dan larva lalat, sedangkan yang tercecer dipakai tempat berkembang biak lalat.
b.      Jarak Terbang
Jarak terbang sangat tergantung pada adanya makan yang tersedia. Jarak terbang efektif adalah 450.900 meter. Lalat tidak kuat terbang menantang arah angin, tetapi sebaliknya lalat akan terbang mencapai 1 km.
c.       Kebiasaan Makan
Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari, dari makanan yang satu ke makanan yang lain. Lalat sangan tertarik pada makan yang dimakan oleh manusia sehari-hari, seperti gula, susu, dan makanan lainnya, kotoran manusia serta darah. Sehubungan dengan bentuk mulutnya, lalat hanya makan dalam bentuk cair atau makan yang basah, sedangkan makan yang kering dibasahi oleh ludahnya terlebih dahulu lalu dihisap.
d.      Tempat Istirahat
Pada siang hari, bila lalat tidak mencari makan, mereka akan beristirahat pada lantai, dinding, langit-langit, jemuran pakaian, rumput-rumput, kawat listrik, serta tempat-tempat dengan yang tepi tajam dan permukaannya vertikal. Biasanya tempat istirahat ini terletak berdekatan dengan tempat makannya atau tempat berkembang biaknya, biasanya terlindung dari angin. Tempat istirahat tersebut biasanya tidak lebih dari 4,5 meter di atas permukaan tanah.
e.       Lama Hidup
Pada musim panas, berkisar antara 2-4 pekan. Sedangakan pada musim dingin bisa mencapai 20 hari.
f.       Temperatur
Lalat mulai terbang pada temperatur 15oC dan aktifitas optimumnya pada temperatur 21oC. Pada temperatur di bawah 7,5oC tidak aktif dan diatas 45oC terjadi kematian.
g.      Kelembaban
                    Kelembaban erat kaitannya dengan temperatur setempat.
h.      Cahaya
Lalat merupakan serangga yang bersifat fototrofik, yaitu menyukai cahaya. Pada malam hari tidak aktif, namun dapat aktif dengan adanya sinar buatan.
2.      Kepadatan Lalat
Upaya untuk menurunkan populasi lalat adalah sangat penting, mengingat dampak yang ditimbulkan. Untuk itu sebagai salah satu cara penilaian baik buruknya suatu lokasi adalah dilihat dari angka kepadatan lalatnya. Dalam menetukan kepadatan lalat, pengukuran terhadap populasi lalat dewasa tepat dan biasa diandalkan daripada pengukuran populasi larva lalat.
Tujuan dari pengukuran angka kepadatan lalat adalah untuk mengetahui tentang :
a.       Tingkat kepadatan lalat
b.      Sumber-sumber tempat berkembang biaknya lalat
c.       Jenis-jenis lalat
Lokasi pengukuran kepadatan lalat adalah yang berdekatan dengan kehidupan/kegiatan manusia karena berhubungan dengan kesehatan manusia, antara lain (Depkes, 1992):
a.       Pemukiman penduduk
b.      Tempat-tempat umum (pasar, terminal, rumah makan, hotel, dan sebagainya)
c.       Lokasi sekitar Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sampah yang berdekatan dengan pemukiman
d.      Lokasi sekitar  Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang berdekatan dengan pemukiman
Untuk mengetahui angka kepadatan lalat disuatu wilayah dilakukan dengan cara mengukur angka kepadatan lalat. Pengukuran populasi lalat hendaknya dapat dilakukan pada :
a.       Setiap kali dilakukan pengendalian lalat (sebelum dan sesudah)
b.      Memonitoring secara berkala, yang dilakukan setidaknya 3 bulan sekali.

3.      Interpretasi Kepadatan Lalat
Angka rata-rata penghitungan lalat merupakan petunjuk (indeks) populasi pada suatu lokasi tertentu. Sedangkan sebagai interprestasi hasil pengukuran indeks populasi lalat pada setiap lokasi atau fly grill adalah sebagai berikut :
a.        0 – 2       : Rendah atau tidak menjadi masalah
b.       3 – 5       : Sedang dan perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat-tempat     berkembang biakan lalat (tumpukan sampah, kotoran hewan, dan lain-lain)
c.       6 – 20   Tinggi/padat dan perlu pengamanan terhadap tempat- tempat berkembang biakan lalat dan bila mungkin direncanakan upaya pengendaliannya.
d.      > 21      : Sangat tinggi/sangat padat dan perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat–tempat  perkembangbiakan lalat dan tindakan pengendalian lalat.
Lalat menyukai tempat-tempat yang berbau menyengat dan tempat yang cukup lembab. Keberadaan lalat memang cukup mengganggu, tidak hanya dalam estetika saja, tetapi juga menyebabkan penyakit. Seperti di TPS Ngabean dimana tidak jauh dari lokasi tersebut yang hanya berjarak ± 5 meter terdapat beberapa warung makan yang tentunya hal ini dapat mengganggu sanitasi makanan di lokasi tersebut. Maka kami mencoba membuat rekayasa fly grill yang bertujuan pada umumnya alat tersebut dibuat yaitu mengetahui jumlah kepadatan lalat.

B.     Tujuan
Tujuan Umum
Pembuatan inovasi fly grill ini dimaksudkan supaya dapat mempermudah dalam  kelancaran pelaksanaan praktek penghitungan kepadatan lalat.
Tujuan Khusus
1.      Mempermudah praktikan dalam membawa fly grill selama pelaksanaan praktek penghitungan kepadatan lalat.
2.      Mempermudah praktikan dalam menyimpan fly grill selama pelaksanaan praktek penghitungan kepadatan lalat.
3.      Membuat lalat tertarik untuk hinggap dibandingkan dengan fly grill yang dilakukan pengecatan.




BAB II
ISI

A.    Pembuatan
1.      Alat dan Bahan

Alat :
No
Nama Alat
Satuan
Jumlah
1.
Gergaji kayu
Buah
2
2.
Mistar 100 cm
Buah
2
3.
Palu
Buah
2
4.
Siku
Buah
1
5.
Rol meter
Buah
1
6.
Tas fly grill
Buah
1










Bahan :
No
Nama Bahan
Satuan
Jumlah
1.
Balok kayu ukuran 2 cm x 2 cm x 80 cm
Batang
20
2.
Ampelas halus
Lembar
1
3.
Karet
Buah
1
4.
Paku
Kg
1

2.      Cara Pembuatan Alat
a.       Mengukur dan memotong balok kayu masing-masing dengan panjang 80 cm
b.      Mengukur dan memahat balok kayu dengan jarak 2 cm
c.       Menghaluskan kayu dengan ampelas, dan membersihkannya dengan kain lap sampai bersih
b.      Memotong ban dengan panjang 80 cm
c.       Menghubungkan 2 bilah kayu dengan ban yang telah dipotong dengan jarak 2 cm yang disambung dengan paku sampai bilah kayu terakhir
d.      Melakukan hal yang sama hingga keempat sisi fly grill tertutup dengan ban pada kedua sisinya
e.       Melakukan uji fungsi fly grill.

3.      Anggaran Biaya
No
Kebutuhan
Jumlah
Harga @
Jumlah Harga
1
Ampelas halus
1
Rp.   3.000,00
Rp.   3.000,00
2
Karet
1
Rp. 30.000,00
Rp. 30.000,00
3
Paku
1
@ kg
Rp. 12.000,00
Rp. 12.000,00
4
Tas fly grill
1
Rp. 10.000,00
Rp. 10.000,00
Total Jumlah
Rp. 55.000,00

B.     Rencana Uji Fungsi
1.      Menentukan lokasi penghitungan kepadatan lalat
2.      Mengeluarkan fly grill dari tas
3.      Meletakkan fly grill kontrol dan fly grill rekayasa pada titik sampling yang telah ditentukan
4.      Menghitung kepadatan lalat di titik tersebut dengan durasi setiap 30 detik ada berapa lalat yang menempel. Kemudian tiap titik diulang 10 kali.
5.      Mengulangi penghitungan kepadatan lalat pada titik yang berbeda hingga mendapatkan 3 titik.
6.      Menghitung rata-rata kepadatan lalat setiap titik dari 5 penghitungan tertinggi kemudian dibagi 5
7.      Hasil dari setiap titik kemudian dijumlahkan dan dicari rata-ratanya
8.      Hasil kepadatan lalat tersebut lalu dibandingkan dengan interpretasi untuk merencanakan tindakan selanjutnya.

 





DAFTAR PUSTAKA


Anonim, Lalat. Diunduh 19 September 2011. http://id.wikipedia.org/wiki/Lalat
Anonim, Perbedaan Kepadatan Lalat Pada Berbagai Warna Fly Grill. Diunduh tanggl 9 September 2011. http://adln.fkm.unair.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=adlnfkm-adln-s2-2006-dewinurjan-283
Pitire, Beautiful, Fly Grill. Diunduh 19 September 2011. http://beautifulpitire.blogspot.com/2008/11/fly-grill.html